Friday, December 15, 2006

BERBAGI KATA-KATA

Setiap pagi Susy menuliskan kata-kata yang menghibur, memberi semangat, motivasi, atau sekedar lelucon pada secarik kertas yang diselipkan dalam kotak makan siang Dodi, anak lelakinya. Sepulang sekolah, bocah kelas 5 SD itu selalu mengembalikan kotaknya. Biasanya kertas tulisan itu masih utuh di dalam kotaknya. Sering Susy bertanya-tanya, dibaca nggak sih tulisan itu? Toh, Susy terus melakukan hal yang sama setiap pagi. Setidaknya, itulah caranya untuk menunjukkan perhatian kepada sang buah hati di tengah kesibukannya sebagai wanita karir.

Suatu hari saat mengembalikan kotak, kertas tulisan itu raib. Susy bertanya, “Sayang, ke mana kertas tulisan Mama?” yang ditanya menjawab kalem, “Tadi aku kasih Rosa.” Dodi melanjutkan, “Ibu Rosa tidak memberikan kertak kayak gitu. Saya pikir, ia bisa menggunakan punyaku.”

“Oh, begitu?” jawab Susy.

“Rosa tadi cerita, Mbaknya (pengasuh, Red.) lagi sakit. Ia sedih.” Tanpa ditanya lebih lanjut Dodi menjelaskan, “Kalau gitu besok Mama bikinin tulisan untuk dia, ya! Kalau nggak, akan aku kasih catatan Mama hari rabu lalu. Isinya cukup bagus kok.”

Susy terpana mendengar kalimat Dodi. Keraguannya seketika lenyap. Ternyata Dodi tidak hanya menghargai tulisan-tulisan pada kertas tersebut, tapi bahkan memperlakukannya sebagai barang berharga untuk diberikan kepada orang lain.

Terkadang, orang dewasa perlu berkaca pada dunia anak. Sebagai bocah, Dodi berusaha menjadi manusia komplet, ingin menjadi bagian dari hidup orang lain. Di kala temannya sedih, ia merasa perlu membagi apa yang dimilikinya, meski sekedar kata-kata di atas kertas. Seperti kata Sigmund Freud, “ When we can share – that is poetry in the prose of life.”

(Sumber : INTISARI : 184, Edisi Oktober 2005)

No comments: